Manfaat Tempe Fermentasi Tingkatkan Kesehatan Tubuh

Senin, 01 Desember 2025 | 15:04:46 WIB
Manfaat Tempe Fermentasi Tingkatkan Kesehatan Tubuh

JAKARTA - Pemanfaatan tempe dalam pola makan masyarakat Indonesia kini mendapat perhatian baru berkat temuan ilmiah dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).  Di tengah kebutuhan pangan sehat dan terjangkau, fermentasi kedelai menjadi tempe tidak hanya memenuhi kebutuhan nutrisi, tetapi juga membawa manfaat kesehatan yang semakin diakui. 

Dalam konteks kemandirian pangan, tempe bahkan dinilai berperan penting dalam menguatkan program nasional seperti Makan Bergizi Gratis (MBG). 

Dengan kandungan gizi unggulan dan potensi riset yang terus berkembang, tempe diangkat sebagai salah satu bahan pangan yang mampu menjawab tantangan kesehatan masyarakat sekaligus mendukung ketahanan pangan.

Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Lestari, menegaskan bahwa tempe memiliki sederet khasiat biologis. Ia menyebutkan manfaat tempe mulai dari antidiare, antidiabetik, antihipertensi, antikanker, antioksidan, hingga antibakteri. 

“Ini penting bagi pengembangan pangan fungsional yang mendukung kesehatan masyarakat,” ujar Puji, menekankan bahwa riset tempe membuka peluang inovasi besar di bidang pangan.

Tempe di Pusat Riset Superfood Berbasis Biodiversitas Indonesia

Keunggulan tempe tidak berhenti pada manfaat kesehatannya saja; komoditas ini juga masuk dalam fokus riset superfood yang akan digarap BRIN. Kepala PRTPP BRIN, Satriyo Krido Wahono, menyampaikan bahwa tempe menjadi kandidat utama superfood dalam platform Riset Invitasi BRIN tahun mendatang. 

Pernyataan tersebut menegaskan posisi tempe sebagai bahan pangan strategis yang potensi pengembangannya masih sangat luas. Indonesia yang memiliki biodiversitas tinggi menyediakan berbagai sumber protein alternatif untuk dikembangkan menjadi produk tempe. 

“Tempe ini menjadi salah satu superfood Indonesia yang akan kami eksplorasi lebih jauh. Riset harus mengarah pada functional food dan superfood berbasis biodiversitas Indonesia untuk mendukung ketahanan pangan dan kesehatan,” terang Satriyo. 

Pemanfaatan ragam sumber protein ini memungkinkan terciptanya inovasi tempe baru, baik dari segi varian bahan baku maupun kualitas nutrisinya.

Keberadaan tempe juga erat dengan ekonomi kerakyatan. Industri tempe dan tahu di Indonesia didominasi oleh skala rumah tangga, sehingga keberlanjutan produksi dapat memperkuat ekonomi lokal. Pedagang tempe di Pasar Kebayoran Lama terlihat melayani pembeli di tengah dinamika harga kedelai global. 

Situasi ini menggambarkan pentingnya dukungan riset untuk menciptakan alternatif bahan baku tempe berbasis lokal agar ketergantungan pada kedelai impor berkurang.

Peran Mikroba dan Proses Fermentasi dalam Memaksimalkan Kandungan Gizi Tempe

Kelebihan tempe sebagai pangan fungsional tidak lepas dari proses fermentasinya. Periset PRTPP BRIN, Andri Frediansyah, menjelaskan bahwa mikroba dan teknologi bioproses berperan besar dalam meningkatkan kandungan isoflavone aglycone, yaitu bentuk isoflavon yang lebih mudah diserap tubuh. 

Ia menguraikan bahwa isoflavon kedelai awalnya berada dalam bentuk glikosida. Melalui fermentasi oleh kapang Rhizopus maupun bakteri tertentu, isoflavon tersebut dikonversi menjadi aglikon seperti daidzein dan genistein.

Andri menambahkan bahwa isoflavone aglycone lebih bioaktif serta diserap tubuh lebih cepat—sekitar dua jam—dibandingkan bentuk glikosida yang membutuhkan waktu sekitar empat jam. Perbedaan kecepatan penyerapan ini menjadi alasan mengapa tempe dianggap lebih unggul dibanding kedelai yang tidak difermentasi.

Proses fermentasi ternyata dapat dioptimalkan dengan teknologi tertentu. Mulai dari ko-fermentasi, proses germinasi, hingga penggunaan metode fisik berteknologi tinggi seperti ultrasound, high pressure processing, dan pulsed electric field. 

Berbagai teknik ini bekerja memecah struktur sel sehingga enzim alami pada kedelai dapat mengonversi isoflavon glikosida menjadi aglikon secara maksimal. 

“Proses seperti ultrasound, high pressure, ataupun pulsed electric field dapat membantu memecah dinding sel sehingga enzim dan isoflavon glikosida bertemu dan menghasilkan aglikon. Dengan pendekatan ini, produk berbasis kedelai bisa memiliki kandungan aglikon lebih tinggi,” jelas Andri.

Inovasi Tempe untuk Mendukung Kesehatan dan Kemandirian Pangan

Pentingnya riset tempe semakin relevan dengan meningkatnya kebutuhan pangan sehat, bergizi, dan mudah dijangkau masyarakat. Tempe bukan sekadar sumber protein, tetapi juga produk fermentasi yang menghadirkan manfaat kesehatan secara menyeluruh. 

Kandungan antioksidan, antidiabetik, hingga antibakteri menjadikannya alternatif pangan fungsional yang dapat dikonsumsi berbagai kalangan, termasuk dalam program pemerintah seperti MBG.

Pengembangan tempe sebagai superfood juga membuka peluang penciptaan produk pangan inovatif. Dengan dukungan teknologi bioproses, tempe dapat diproduksi dengan kualitas gizi lebih tinggi dan tingkat penyerapan nutrisi lebih baik. 

Beragamnya sumber protein lokal memungkinkan eksplorasi tempe dari bahan non-kedelai, sehingga keberlanjutan produksi tempe tidak hanya mendukung kesehatan, tetapi juga kedaulatan pangan nasional.

Riset tempe yang menggabungkan pendekatan tradisional dan sains modern memberi arah baru bagi pengembangan pangan fungsional di Indonesia. Dengan memanfaatkan biodiversitas lokal, proses inovasi dapat mengarah pada produk berkelanjutan yang bernilai ekonomi tinggi. 

Hal ini penting mengingat industri tempe skala rumah tangga berperan dalam ekonomi masyarakat dan perlu didukung melalui diversifikasi bahan baku serta peningkatan kualitas produk.

Melalui berbagai temuan dan inovasi tersebut, tempe ditegaskan sebagai pangan bergizi yang layak mendapat status superfood. 

Kombinasi antara manfaat kesehatan, proses produksi yang ramah lingkungan, serta kontribusinya terhadap ketahanan pangan menunjukkan bahwa tempe bukan hanya makanan tradisional, tetapi juga aset strategis bagi masa depan pangan Indonesia.

Terkini