
JAKARTA - Harga batu bara global kembali berada di bawah tekanan setelah menunjukkan tren pelemahan selama tiga hari berturut-turut.
Faktor utama yang menekan harga adalah meningkatnya pasokan di tengah lemahnya permintaan dari industri baja dan pembangkit listrik, terutama di pasar utama seperti China.
Harga Batu Bara Kembali Melemah
Baca JugaKebijakan Hentikan Tambang Jabar Hambat Proyek Infrastruktur Bogor
Berdasarkan data Refinitiv, harga batu bara pada perdagangan Selasa 14 Oktober 2025 tercatat di posisi US$105,55 per ton, melemah 0,52% dibandingkan hari sebelumnya. Pelemahan ini memperpanjang tren negatif yang telah terjadi selama tiga hari, dengan total penurunan mencapai 0,66%.
Pelemahan harga ini menunjukkan bahwa pasar batu bara belum menemukan momentum pemulihan yang kuat. Kelebihan pasokan dan permintaan yang masih lemah menjadi faktor penghambat utama yang membuat harga terus merosot.
Pemulihan Pasokan Batu Bara di China
Pasokan batu bara kokas di China mulai menunjukkan pemulihan setelah sebelumnya mengalami gangguan akibat pembatasan produksi, inspeksi keselamatan, dan penutupan tambang berlebih kapasitas.
Namun, kondisi pasokan yang kembali longgar justru menekan harga di pasar domestik maupun global.
Beberapa provinsi penghasil utama seperti Shanxi dan Inner Mongolia telah meningkatkan kembali aktivitas produksinya setelah sempat dibatasi pada Agustus lalu. Peningkatan ini membuat stok batu bara di pelabuhan utara China seperti Qinhuangdao, Jingtang, dan Caofeidian kembali menumpuk.
Pada awal Oktober, stok batu bara termal di ketiga pelabuhan tersebut mencapai 22,59 juta ton, naik 1,16% dibandingkan hari sebelumnya dan meningkat 8,09% dibandingkan pekan sebelumnya.
Lonjakan stok ini terjadi di tengah aktivitas perdagangan yang masih terbatas selama libur panjang dan penutupan pelabuhan akibat kondisi angin kencang.
Permintaan Industri Masih Lesu
Sementara pasokan meningkat, permintaan dari sektor hilir, terutama industri baja, belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Produsen baja cenderung menahan pembelian baru dan hanya membeli sesuai kebutuhan pokok karena margin keuntungan yang terbatas.
Kondisi ini membuat pembeli enggan melakukan penimbunan (stocking) dalam jumlah besar. Bahkan, beberapa pabrik baja lebih memilih menjual kembali stok yang sudah dimiliki, terutama jika harga impor lebih kompetitif dibandingkan harga lokal.
Di sisi lain, permintaan dari industri pengolahan logam juga belum mampu menyerap kelebihan pasokan di pasar. Dengan lemahnya konsumsi sektor industri, peluang untuk pemulihan harga batu bara dalam jangka pendek masih terbatas.
Konsumsi Listrik dan Cuaca Jadi Penekan Tambahan
Selain sektor industri, konsumsi batu bara di pembangkit listrik juga menurun. Data menunjukkan, konsumsi batu bara di enam kelompok utilitas pesisir China turun 2,15% per 9 Oktober 2025 menjadi sekitar 817.300 ton per hari.
Sementara itu, volume inventori pembangkit meningkat 2,94% menjadi 14,31 juta ton. Kenaikan stok ini menunjukkan bahwa pasokan untuk sektor kelistrikan cukup longgar dan pembelian baru dilakukan secara hati-hati.
Faktor cuaca juga ikut berperan. Setelah periode liburan nasional, suhu yang lebih rendah dan jadwal pemeliharaan pembangkit listrik membuat konsumsi energi berkurang. Hal ini menekan permintaan batu bara termal yang digunakan sebagai bahan bakar utama pembangkit.
Pengaruh Harga Impor dan Sentimen Pasar
Harga impor batu bara yang lebih kompetitif turut memperlemah minat terhadap pasokan domestik. Beberapa pelaku pasar menilai bahwa tekanan dari pasar global masih akan berlanjut dalam waktu dekat, terutama jika China meningkatkan volume impor atau jika harga luar negeri tetap lebih rendah dari harga lokal.
Selain itu, sentimen pasar juga dipengaruhi oleh pandangan investor terhadap prospek ekonomi China. Jika kebijakan stimulus industri atau sektor properti belum efektif mengangkat permintaan baja dan logam, maka prospek kenaikan harga batu bara akan sulit terjadi.
Sebaliknya, jika kebijakan pemulihan ekonomi mampu menggairahkan aktivitas manufaktur dan konstruksi, permintaan terhadap batu bara kokas dapat meningkat, sehingga memberi peluang rebound harga dalam beberapa bulan mendatang.
Potensi Tekanan Harga Masih Berlanjut
Melihat perkembangan saat ini, sebagian analis memperkirakan tekanan harga batu bara masih akan berlanjut hingga akhir tahun. Peningkatan stok di pelabuhan dan penurunan konsumsi dari sektor utama menjadi sinyal bahwa keseimbangan pasar belum tercapai.
Kondisi pasokan yang melimpah di China juga dapat menekan pasar global, terutama bagi negara pengekspor seperti Indonesia dan Australia. Jika tren pelemahan berlanjut, eksportir batu bara berisiko menghadapi tekanan pendapatan yang lebih besar dalam kuartal terakhir tahun ini.
Dengan kombinasi faktor pasokan yang longgar, lemahnya permintaan industri, dan ketidakpastian ekonomi global, prospek harga batu bara dalam jangka pendek masih cenderung negatif.
Kenaikan baru mungkin baru terjadi jika sektor baja dan listrik menunjukkan pemulihan signifikan atau jika kebijakan pemerintah mendorong peningkatan konsumsi energi domestik.

Tsaniyatun Nafiah
Insiderindonesia.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Rekomendasi Smartphone Realme 15 Pro 5G Cocok untuk Kreativitas Anak Muda
- Rabu, 15 Oktober 2025
Spesifikasi Smartphone Redmi Turbo 5 Tawarkan Chipset Kencang dan Layar Tajam
- Rabu, 15 Oktober 2025
Berita Lainnya
Rekomendasi Smartphone Realme 15 Pro 5G Cocok untuk Kreativitas Anak Muda
- Rabu, 15 Oktober 2025
Spesifikasi Smartphone Redmi Turbo 5 Tawarkan Chipset Kencang dan Layar Tajam
- Rabu, 15 Oktober 2025
Terpopuler
1.
Istana Gyeongbok Buka Bangunan Kuno Dinasti Joseon untuk Turis
- 15 Oktober 2025
2.
Mie Ayam Legendaris H. Batong Topping Ati Ampela dan Uritan
- 15 Oktober 2025
3.
Ilmuwan Konfirmasi Diabetes Tipe 5, Kenali Perbedaan Utamanya
- 15 Oktober 2025
4.
Singapura Terapkan Dapur Pusat Sekolah Mulai Januari 2026
- 15 Oktober 2025
5.
7 Pilihan Makanan Segar untuk Tetap Fit di Cuaca Panas
- 15 Oktober 2025