
JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan memastikan rumusan penetapan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2026 akan mengikuti seluruh poin putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2024.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menegaskan bahwa pemerintah berkewajiban menjalankan keputusan tersebut secara penuh.
“Ya benar, harus (sesuai putusan MK dan poin-poinnya). Itu nomor satu. Jadi pemerintah wajib, dan kita berkomitmen melaksanakan keputusan MK,” kata Yassierli di Kantor Kemenaker, Jakarta.
Baca JugaWamensos Minta Daerah Percepat Sekolah Rakyat untuk Atasi Kemiskinan
Salah satu poin penting yang akan diterapkan kembali adalah pengembalian komponen upah minimum sektoral (UMS), sesuai dengan mandat Mahkamah Konstitusi.
UMP 2026 Akan Libatkan Dialog Sosial
Yassierli menjelaskan, proses penetapan UMP 2026 tidak bisa dilakukan sepihak. Pemerintah akan mengadakan kajian menyeluruh dan dialog sosial dengan berbagai pihak.
“Di situlah disampaikan bahwa UMP harus mempertimbangkan faktor ini, faktor ini. Makanya kita perlu melakukan kajian, kita perlu juga melakukan dialog sosial, mendapatkan masukan dari berbagai sektor,” jelasnya.
Selain itu, Menaker menekankan pentingnya memperhatikan standar hidup layak bagi pekerja. Ia menilai hal ini menjadi bagian penting dalam menciptakan sistem pengupahan yang adil dan berkelanjutan.
Aspirasi Kenaikan 8,5 Persen Masuk Pembahasan
Terkait permintaan sejumlah serikat buruh agar UMP 2026 naik sebesar 8,5 persen, Yassierli menyebut hal itu merupakan aspirasi yang akan ditampung.
“Itu bagian dari proses, itu ada aspirasi. Tentu aspirasinya kita tampung. Nanti kita juga akan mendengarkan dari sektor lain, selain kami juga akan melakukan kajian. Semua akan dibahas di Dewan Pengupahan,” tuturnya.
Menaker menambahkan, batas waktu penetapan UMP 2026 jatuh pada November 2025. Artinya, pemerintah masih memiliki waktu untuk merumuskan kebijakan yang sesuai dengan aturan dan kebutuhan pekerja.
Putusan MK Kembalikan Upah Minimum Sektoral
Mahkamah Konstitusi sebelumnya telah menetapkan bahwa upah minimum sektoral (UMS) wajib diberlakukan kembali. Hal ini termuat dalam Putusan MK Nomor 168/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada 31 Oktober 2024.
Putusan tersebut mengabulkan sebagian gugatan serikat pekerja terhadap Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) terbaru. Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa Pasal 88C dalam Pasal 81 angka 28 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 bertentangan dengan UUD 1945.
“...dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘termasuk gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral pada wilayah provinsi dan dapat untuk kabupaten/kota’,” tulis MK.
Perlindungan untuk Pekerja di Sektor Tertentu
Sebelumnya, pengaturan UMS sudah tercantum dalam UU Ketenagakerjaan tahun 2003. Namun, ketentuan ini dihapus dalam UU Ciptaker. MK menilai, penghapusan tersebut mengurangi perlindungan terhadap pekerja, terutama di sektor-sektor dengan risiko dan karakteristik kerja khusus.
Menurut Mahkamah, penghapusan UMS dapat mengancam standar perlindungan buruh karena setiap sektor memiliki tingkat kesulitan dan tanggung jawab yang berbeda.
Karena itu, MK menegaskan bahwa negara wajib memberikan perlindungan yang proporsional melalui pengaturan UMS.
Komponen Hidup Layak Kembali Dimasukkan
Dalam putusan yang sama, MK juga mengembalikan komponen hidup layak (KHL) ke dalam rumus pengupahan. Komponen ini sebelumnya dihapus dari UU Ciptaker, padahal sangat penting dalam menentukan besaran upah minimum.
MK menegaskan bahwa pengupahan harus mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan keluarganya secara wajar, termasuk aspek makanan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua.
Dewan Pengupahan Diperkuat Lagi
Selain itu, MK juga menghidupkan kembali peran dewan pengupahan yang beranggotakan unsur pemerintah daerah, pengusaha, dan serikat pekerja.Dewan ini akan memberikan masukan kepada pemerintah pusat dalam penetapan kebijakan upah.
MK menekankan, peran dewan tersebut harus “berpartisipasi secara aktif” agar kebijakan pengupahan tidak bias dan bisa mewakili semua kepentingan.
Prinsip Proporsionalitas Jadi Acuan
MK juga memperbaiki sejumlah frasa dalam ketentuan pengupahan agar lebih adil. Salah satunya dengan menambahkan kata “yang proporsional” pada istilah “struktur dan skala upah.”
Selain itu, Mahkamah memperjelas makna “indeks tertentu” sebagai variabel yang menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, dengan tetap memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja.
Tujuannya agar kebijakan pengupahan seimbang antara daya saing ekonomi dan kesejahteraan pekerja.
Pemerintah Diminta Jalankan Putusan dengan Konsisten
Dengan putusan MK tersebut, pemerintah kini berkewajiban menyesuaikan semua regulasi terkait pengupahan, termasuk perhitungan UMP 2026.
Menaker Yassierli menegaskan, komitmen itu akan dijalankan penuh tanpa pengecualian.
Langkah ini sekaligus menegaskan posisi pemerintah yang berpihak pada keadilan dan kesejahteraan pekerja, namun tetap mempertimbangkan keberlangsungan usaha.
“Pemerintah wajib menjalankan keputusan MK. Itu komitmen kami,” tegas Yassierli.
Dengan berbagai perubahan tersebut, UMP 2026 diproyeksikan menjadi lebih adil, transparan, dan berpihak pada kebutuhan pekerja, tanpa mengabaikan faktor ekonomi daerah dan dunia usaha.
Implementasi keputusan MK menjadi ujian bagi pemerintah dalam memastikan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan tenaga kerja.

Tsaniyatun Nafiah
Insiderindonesia.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Festival Kuliner Nunukan Angkat Cita Rasa dan Identitas Budaya Perbatasan
- Rabu, 15 Oktober 2025
Berita Lainnya
Festival Kuliner Nunukan Angkat Cita Rasa dan Identitas Budaya Perbatasan
- Rabu, 15 Oktober 2025
Terpopuler
1.
Lionel Messi Pimpin Argentina Hajar Puerto Rico Tanpa Ampun
- 15 Oktober 2025
2.
Cara Efektif dan Alami Mencegah Mata Minus pada Anak Sejak Dini
- 15 Oktober 2025
3.
4.
5.
Sinopsis Lengkap Film Spy x Family Season 3 dan Jadwal Tayang
- 15 Oktober 2025