JAKARTA - Perayaan ulang tahun keempat Gajah Domang di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau, menghadirkan suasana yang bukan sekadar meriah, tetapi juga sarat makna.
Alih-alih hanya menjadi acara internal para penjaga satwa, momen tersebut berubah menjadi pengingat bagaimana hubungan antara manusia, budaya, dan alam dapat saling menguatkan.
Dengan dominasi nuansa tradisi Melayu yang menyelimuti Domang, momentum tersebut menjadi simbol bahwa konservasi tidak hanya menyoal habitat dan satwa, tetapi juga identitas masyarakat yang hidup berdampingan dengan hutan.
Baca Juga
Domang hadir dengan tampilan berbeda pada hari istimewanya. Ia dipakaikan tanjak dan songket Melayu, lengkap dengan sentuhan budaya yang menyiratkan penghormatan terhadap akar tradisi setempat.
Pihak TNTN menegaskan melalui unggahan di Instagram dan Facebook bahwa balutan adat tersebut bukan sekadar untuk estetika, melainkan untuk menegaskan bahwa “konservasi bukan sekadar menjaga hewan, tetapi juga merawat budaya, hutan, dan masa depan bersama.”
Sementara itu, gajah-gajah lain seperti Moni, Tesso, dan Indro ikut dalam suasana pesta dengan suguhan buah-buahan segar. Para mahout turut mengambil bagian dalam kebahagiaan tersebut dengan memotong tumpeng dan memanjatkan doa agar Domang tetap sehat dan berkembang dengan baik.
Harapan sederhana seperti “Domang makin pintar, lebih mandiri dan nurut,” disampaikan salah satu mahout dalam video perayaan itu.
Tradisi Melayu dalam Perayaan Domang
Keterlibatan unsur budaya Melayu Riau dalam perayaan ulang tahun Domang bukanlah tanpa alasan. Gajah Sumatra, termasuk Domang, menjadi bagian integral dari ekosistem hutan Riau rumah bagi keberagaman hayati sekaligus kebudayaan masyarakat setempat.
Dengan memasukkan unsur budaya lokal, TNTN berharap munculnya kesadaran yang lebih dalam bahwa pelestarian alam tidak dapat dipisahkan dari pelestarian identitas.
Ungkapan harapan yang dibagikan pihak TNTN menegaskan bahwa keberadaan satwa ini merupakan “titipan alam yang harus dilindungi.” Makna tersebut diperkuat dengan pengingat bahwa keberlangsungan gajah Sumatra sejalan dengan keberlangsungan nilai-nilai masyarakat adat yang masih terikat erat dengan hutan Tesso Nilo.
Dari sumber resmi Pemerintah Provinsi Riau dijelaskan pula sejarah kelahiran Domang. Ia lahir dari induk bernama Ria dan pejantan liar di Camp Elephants Dying Squad STPN Wilayah I Lubuk Kembang Bunga, dan nama Domang diberikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) Siti Nurbaya pada 22 Desember 2021.
Nama tersebut bukan sembarang nama, melainkan bagian dari sastra lisan masyarakat Petalangan yang memiliki nilai filosofis mendalam.
Doa dan Filosofi dalam Nama Domang
Nama Domang memiliki kisah panjang. Ia berasal dari tradisi lisan Petalangan yang disusun oleh almarhum Tenas Effendi dalam karya epik berjudul Bujang Tan Domang. Epik tersebut menceritakan asal-usul serta perjalanan seorang wira dari suku Petalangan, yang kisahnya diwariskan turun-temurun.
Karena makna filosofis tersebut, para seniman Pelalawan mengusulkan agar nama itu diberikan kepada anak gajah yang lahir di wilayah mereka. Penamaan tersebut diharapkan menjadi doa agar Domang tumbuh sebagai sosok pemimpin yang mampu menjaga hutan dan kearifan lokal.
Hal itu juga sejalan dengan kepercayaan masyarakat bahwa gajah merupakan "datuk penjaga hutan," simbol perlindungan bagi masyarakat adat Pelalawan. Siti Nurbaya menekankan bahwa harapan tersebut adalah bentuk penghormatan terhadap tradisi sekaligus harapan masa depan konservasi.
Ancaman Habitat dan Komitmen Restorasi
Di tengah perayaan penuh makna tersebut, terselip kenyataan bahwa rumah Domang dan kawanan gajah di Tesso Nilo sedang berada dalam ancaman serius. Perambahan hutan terus terjadi, menggerus habitat alami yang seharusnya menjadi tempat aman bagi satwa liar. Penyusutan kawasan hutan memunculkan seruan keras dari masyarakat yang menginginkan penyelamatan Tesso Nilo segera dilakukan.
Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menegaskan komitmen pemerintah untuk melanjutkan proses restorasi. Upaya tersebut merupakan bagian dari langkah besar memastikan agar habitat gajah Sumatra tidak diganggu. Dalam rilis resmi, ia menjelaskan bahwa “kami terus bekerja untuk memastikan rumah Domang dan kawan-kawan tidak diganggu, dan mereka bisa hidup di alam bebas.”
Restorasi yang telah dimulai oleh Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki berfokus pada lahan seluas 31 ribu hektare dan direncanakan diperluas hingga 80 ribu hektare. Raja Juli menambahkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memberikan instruksi langsung kepada Satgas Penggunaan Kawasan Hutan (PKH) untuk memastikan Tesso Nilo kembali menjadi habitat layak bagi gajah.
Ancaman terhadap habitat Domang menunjukkan bahwa laju perambahan tidak hanya mengubah bentang alam, tetapi juga mengancam keberlangsungan tradisi, ekosistem, dan masa depan satwa. Momentum ulang tahun ini pun menjadi pengingat bahwa pekerjaan konservasi tidak boleh berhenti pada perayaan, tetapi harus berjalan bersama komitmen kuat dari masyarakat dan pemerintah.
Tsaniyatun Nafiah
Insiderindonesia.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Panduan Menentukan Sarapan Sehat Antara Telur Vs Oatmeal
- 08 Desember 2025
2.
Tidur Konsisten Teratur Turunkan Risiko Lonjakan Tekanan Darah
- 08 Desember 2025
3.
Sport Tourism Indonesia Siap Jadi Magnet Wisata Ekonomi Baru
- 08 Desember 2025
4.
Bahaya Kursi Dekat Jendela Pesawat bagi Penumpang Mengantuk
- 08 Desember 2025
5.
Waktu Terbaik Minum Air Kelapa Saatkan Khasiat Alami Optimal
- 08 Desember 2025








