
JAKARTA - Dua emiten kelapa sawit yang terafiliasi dengan pengusaha Haji Isam, PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN) dan PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR), menegaskan bahwa aktivitas usaha mereka dijalankan sesuai ketentuan hukum dan tidak berada di atas lahan hutan tanpa izin.
Klarifikasi ini disampaikan untuk meluruskan pemberitaan yang menyinggung dugaan penggunaan kawasan hutan dalam aktivitas perkebunan kedua perusahaan tersebut.
PGUN Pastikan Kepemilikan Lahan Sesuai Izin
Baca Juga
Direktur Utama PGUN, Khairuddin Simatupang, menyampaikan bahwa berdasarkan izin usaha yang dimiliki perusahaan, tidak ada lahan sawit yang berada atau ditanami di kawasan hutan.
Namun, hasil verifikasi Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menemukan sebagian area Hak Guna Usaha (HGU) atas nama PT Senabangun Anekapertiwi seluas 16.404 hektare yang terindikasi berada di dalam kawasan hutan.
“Perusahaan tersebut telah bergabung secara resmi dengan PGUN sejak 22 Desember 2022 berdasarkan SK Kemenkumham No. AHU-AH.01.09-0089710,” jelas Khairuddin dalam keterbukaan informasi tertanggal 13 Oktober 2025.
Ia menegaskan bahwa pada saat penerbitan Hak Guna Usaha Nomor 10/Kerang tanggal 18 April 1998, lahan tersebut belum dikategorikan sebagai kawasan hutan.
Status kawasan baru ditetapkan melalui SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor SK.6628/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/10/2021 pada 27 Oktober 2021.
“Artinya, pengelolaan lahan dilakukan berdasarkan izin yang sah dan sesuai peruntukannya sebelum adanya perubahan status kawasan. Saat ini kami tengah berkoordinasi dengan instansi terkait untuk proses penyelesaian penguasaan tanah dan pengeluaran lahan dari kawasan,” ujar Khairuddin.
Rincian Area dan Status Penggunaan Lahan
Berdasarkan laporan perusahaan, seluruh lahan yang dibahas berada di Provinsi Kalimantan Timur. Dari total luasan, terdapat 419 hektare area cagar alam yang sama sekali tidak dimanfaatkan atau ditanami sawit.
Sementara itu, area hutan produksi seluas 298 hektare terdiri atas 86 hektare lahan yang ditanami masyarakat, 67 hektare yang digunakan oleh perusahaan, dan sisanya berupa semak belukar.
PGUN juga memastikan bahwa belum ada tagihan atau sanksi administratif yang diberikan kepada perseroan atas temuan tersebut.
Sekretaris Perusahaan PGUN, Muhammad Reza, menyebutkan bahwa potensi denda atau kewajiban lain masih dalam tahap pembahasan, dan sejauh ini nilainya tidak material terhadap kinerja perusahaan.
“Proses penyelesaian lahan ini tidak mengganggu operasional perusahaan. Kami tetap menjalankan kegiatan usaha seperti biasa sambil memantau perkembangan regulasi dan administrasi dengan otoritas terkait,” ujar Reza.
Komitmen Transparansi dan Kepatuhan Regulasi
PGUN menegaskan akan terus memantau perkembangan proses penyelesaian lahan dan memastikan keterbukaan informasi kepada publik jika terdapat perubahan signifikan.
Perusahaan menargetkan penyelesaian aspek legalitas lahan dapat dilakukan dalam waktu 12 hingga 18 bulan sejak pengajuan klarifikasi dan permohonan inventarisasi tanah yang disampaikan pada Oktober 2025.
Manajemen juga menyampaikan bahwa langkah-langkah yang diambil merupakan bentuk komitmen terhadap prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), termasuk kepatuhan pada peraturan kehutanan dan agraria.
“Semua proses administrasi dijalankan secara transparan dan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Kami tidak ingin ada kesalahpahaman publik terkait status hukum lahan yang telah kami kelola sejak lama,” tegas Khairuddin.
JARR Pastikan Tak Miliki Lahan di Kawasan Hutan
Sementara itu, induk usaha PGUN yakni PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR), juga memberikan klarifikasi serupa. Direktur Utama JARR, Indra Irawan, memastikan bahwa JARR tidak memiliki lahan kelapa sawit yang berada di kawasan hutan tanpa perizinan yang sah.
“Perseroan tidak pernah menerima surat pemberitahuan, surat tagihan, atau sanksi administratif dari KLHK, Kejaksaan Agung, atau Satgas Penguatan Tata Kelola Hutan (PKH),” kata Indra.
Ia menambahkan bahwa perusahaan terus melakukan evaluasi mitigasi risiko, termasuk opsi langkah hukum apabila ada potensi denda atau sengketa lahan di kemudian hari.
JARR juga telah menyiapkan rencana cadangan untuk menjaga kelangsungan operasional jika terjadi penertiban lahan secara nasional oleh pemerintah.
Menurut Indra, situasi tersebut sejauh ini tidak memberikan dampak negatif terhadap persepsi investor. “Kami berprinsip bahwa harga saham perseroan ditentukan oleh mekanisme pasar dan sentimen positif publik terhadap kinerja fundamental,” ujarnya.
Harga Saham Dua Emiten Melonjak Tajam
Di tengah klarifikasi yang dilakukan, saham kedua emiten sawit ini justru menunjukkan tren positif. Berdasarkan data RTI, saham JARR melesat 318,67% dalam sebulan terakhir dan naik 2.141,94% sejak awal tahun atau secara year to date (YTD).
Sementara itu, saham PGUN mencatat lonjakan lebih tajam lagi, naik 421,08% dalam sebulan dan 6.167,69% YTD.
Kenaikan harga saham tersebut mencerminkan kepercayaan investor terhadap prospek jangka panjang kedua perusahaan, terutama dengan prospek industri kelapa sawit yang masih positif di tengah tingginya permintaan global.

Tsaniyatun Nafiah
Insiderindonesia.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.